Sia-sia by.Chairil Anwar
Penghabisan kali itu kau datang
Membawa kembang berkarang
Mawar merah dan melati putih
Darah dan suci.
Kau tebarkan depanku
Serta pandang yang memastikan: Untukmu.
Sudah itu kita sama termangu
Saling bertanya: Apakah ini?
Cinta? Keduanya tak mengerti.
Sehari itu kita bersama. Tak hampir-menghampiri.
Ah! Hatiku yang tak mau memberi
Mampus kau dikoyak-koyak sepi.
*bicara pada diri sendiri 🙂
Fathonah Dwi Rahayu
Sebelum membaca mau warning dulu, ini tulisan sungguh tidak penting. Jadi berhati-hatilah, ini cuma curhat :D. Judulnya itu nama lengkap saya, fathonah dwi rahayu..nama yang bagus yak. Tapi berat :D, itu yang saya rasakan ketika jaman sd dulu. Mau tahu artinya? fathonah itu salah satu sifat nabi yang artinya cerdas. Dwi ke dua, yah saya memang anak no dua, dan rahayu berarti selamat. Nama kan doa yak? :unsure: tapi dulu pernah merasa seperti beban. Pertama saya disuruh untuk cerdas, dan tau sendiri cerdas di kalangan kita berarti lo harus bagus dalam studi, lah saya hmmmmm :D. Eh tapi bentar cerdas kan given :D..kalau kata dosen fistum saya dulu ‘orang cerdas itu biasa yang luar biasa orang pintar, perlu kerja keras untuk mendapatkan kepintarannya’. Ooooh..gitu ya pak :D. Jadi kalo saya nggak cerdas di studi, mungkin cerdas di bidang lain yg entah itu apa :D. Yah begitulah..sekarang mah santai2 saja, soalnya ternyata masih banyak yg nggak tahu juga arti kata itu. Trus dari nama rahayu, saya sering dipanggil ayu. Yang artinya cantik, lah saya :geleng2kepala:..he. Untungnya jaman2 kuliah anak2 Himastron manggil saya onah, langsung semua beban terangkat :)).
Jadi apa pesen moralnya..Ntar kalo pada ngasi nama anaknya yang netral2 aja. Doa mah boleh tapi jangan muluk2 :p..let them grow with their own way. Dan tentu saja dengan pengharapan yang sewajarnya..kelak yah kelak :). Biarkan anak2 itu tumbuh dengan jalan mereka masing2 dan berdoa mereka menjadi orang yang bertanggungjawab dengan semua pilihannya :).
Nocturno by Sapardi Djoko Darmono
kubiarkan cahaya bintang memilikimu
kubiarkan angin yang pucat
dan tak habis-habisnya gelisah
tiba-tiba menjelma isyarat merebutmu
entah kapan kau bisa kutangkap..
Accepted..
“Sebuah film remaja keluaran Hollywood. Begini sekelumit kisahnya, beberapa remaja yang selepas SMU tidak diterima di satu pun college. Dan akhirnya beberapa membuat college fiktif untuk membohongi orangtua mereka.”
Cerita dalam film itu sedikit menggelitik pikiran saya, menggelitik pola yang selama ini dijalankan oleh banyak dari kita. Sekolah dengan benar,go to college,dapat kerja,gaji cukup,punya istri/suami,punya anak,berarti anda bahagia..
Film ini ingin anda merasakan bagaimana rasanya being rejected,mungkin banyak dari kita yang pernah mengalami ditolak. Dalam banyak hal,tapi ingatkah rasanya ditolak ketika hal tersebut menentukan masa depan kita berikutnya..
Sedih banget yah,apalagi kesedihan kita sebenarnya terbentuk oleh sebuah sistem. Sistem yang membatasi kebebasan kita sebagai seorang manusia.
Selama ini sistem pendidikan kita secara umum selalu menilai kita, dengan angka. Bah, kita hanya disejajarkan dengan angka bukan dengan fitrah kita sebagai seorang individu yang berbeda. Sehingga setau saya kita dinilai dengan 5 tingkatan mungkin jenius, cerdas, biasa saja, bodoh, dungu. Menyedihkan..
Bagi saya pendidikan setidaknya dapat menjadikan kita manusia yang lebih bertanggung jawab dan mengerti apa yang kita inginkan sekaligus bebas mementukannya. Tentunya jangan memandang sempit arti kata pendidikan, pendidikan bukan hanya dalam artian sekolah formal. Tapi setiap desah nafas, berarti kita sedang belajar.
Saya sendiri sedang dalam masa pendidikan dan seumur hidup pun akan demikian..amin :), tujuan utama saya menjadi manusia ‘bebas’ dan bertanggung jawab. Sungguh tidak mudah ternyata..
Film ini juga mengingatkan pada kebijakan pemerintah tentang UN a.k.a ujian Nasional. Saya tidak melakukan riset khusus sehingga kalo pendapat saya ini dibantah, saya belum bisa memberikan argumentasi yang cukup beralasan. Mengapa saya menolak Ujian Nasional ini? Ada banyak alasan, secara umum saya benci dinilai dengan angka. Walaupun saya tahu semua hal perlu parameter keberhasilan, tapi saya tetap percaya manusia sebagai individu tidak bisa disejajarkan dengan angka. Kalau alasan logis yang lain juga banyak, salah satunya pendidikan kita belum merata bung. Jadi jangan menyamakan parameter, bagi saya UN adalah jalan pintas atau jalan mudah untuk menentukan kelulusan siswa. Sudahlah..akan panjang argumentasi saya nantinya. Lelah..
Tapi walaupun kita hidup dalam sebuah sistem yang terkadang tidak kita sukai, menurut saya, jangan jadi budak dalam sistem ini. Anda ini manusia bebas ‘dengan tanggung jawab masing2 yak..’. Kadang yang membuat kita merasa gagal ketika being rejected adalah pikiran kita sendiri.  Saya sendiri cuma ingin meyakinkan diri sendiri dan teman2 yg sempat baca tulisan ini kalau alam semesta ini terlalu luas untuk menolak eksistensi kita 😉
salam
mencoba jujur
Lelaki itu
no title yet
rasa
Kartini, Hanya Sebuah Opini..
Saya tidak akan membicarakan sejarah Kartini dan berbagai perannya yang akhirnya menasbihkan beliau sebagai salah seorang pahlawan. Hanya karena ini bulan April, secara otomatis pikiran saya tertuju pada nama Kartini. Tentunya kata perempuan, wanita, itulah yang akan terlintas pertama kalau kata Kartini disebut. Mengingat perempuan dan Kartini pasti langsung dihubungkan dengan emansipasi. Kata-kata yang selalu didengung-dengungkan di setiap perayaan hari Kartini. Emansipasi, menurut saya kata itu tidak akan pernah bisa didefinisikan dengan eksak. Tapi mungkin lebih bijak kalau kita membiarkan kata-kata itu tidak pernah terdefinisi. Biarkan tiap tahapan dunia yang mengartikan kata itu..
Saya, kami, sebenarnya tidak ingin diistimewakan atau dibedakan dari jenis makhluk lain di dunia ini. Entah kenapa lahir kata feminisme, yang terus terang enggan saya utarakan. Feminisme yang secara harfiah berarti sebuah gerakan wanita yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara wanita dan pria, mungkin faham ini muncul karena ketidakadilan atau kekecewaan. Bukan hal yang salah memang, terkadang kami dilihat dengan penilaian yang sangat umum. Disitulah letak ketidakadilannya, memandang seorang pribadi dengan pandangan secara umun. Terlepas dia wanita atau laki-laki. Berbeda..itulah yang harus disadari untuk setiap individu. Dalam hal apapun, siapapun, dan tentang apapun.
Selama ini saya menganggap kata-kata emansipasi, feminisme, dan sejenisnya hanyalah sebuah simbol. Kalau boleh, katakanlan sebagai sebuah tonggak. Bukannya memang benar adanya, sejarah pernah berkata tentang kami. Kami, perempuan, begitu tenggelam di tengah hiruknya budaya paternalistik. Sekali lagi, setiap individu berhak menyatakan eksistensinya. Seiring jalannya waktu dan jaman, saya yakin pandangan tentang perempuan semakin terhormat. Sungguh saya sendiri tidak ingin dibedakan, hanya disadari memang ada beberapa kodrat yang membuat kita, perempuan dan lelaki, berbeda.
Bicara tentang Kartini, berarti kita harus menengok ke sejarah. Tapi maaf saya sedang enggan membicarakan Beliau. Yang utama Beliau adalah sesorang yang berhasil menggores sejarah dengan perannya. Mungkin itu yang diperlukan seorang individu..melakukan karya entah itu akan menjadi sejarah yang tercatat atau bukan sejarah.
*teruntuk wanita-wanita perkasa di sekeliling ku :)..selamat hari Kartini..
Recent Comments